DPR- RUU Pertanahan Bukan Pengganti UU Pokok Agraria
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang sedang digodok bukan pengganti UU Pokok Agraria (UUPA) 1960.Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja, saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), antara Komisi II DPR dengan sejumlah Pakar Pertanahan, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/2).
Komisi II DPR meminta masukan pemikiran para pakar sebagai bahan pertimbangan dalam pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Pertanahan yang dikirim pemerintah.
Hakam Naja mengatakan RUU Pertanahan yang sedang dibahas DPR merupakan pelengkap dari UUPA 1960 yang sudah berlaku. Dia juga menampik banyak persepsi selama ini yang mengatakan kalau RUU inisiatif dewan ini sebagai pengganti UUPA, khususnya dalam konteks reforma agraria. "RUU Pertanahan ini tidak hendak mengganti UUPA, tapi hanya melengkapi," katanya.
Sebelumnya, dalam daftar inventaris masalah (DIM) RUU Pertanahan, salah satu hal yang krusial yang memerlukan pembahasan secara mendalam antara pemerintah dan Komisi II DPR adalah mengenai kepastian dari RUU ini. Apakah sebagai pengganti UUPA atau mengubah UUPA. Pasalnya, beberapa substansi di dalam UUPA juga perlu dilakukan penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, pemerintah dan negara dibidang pertanahan.
Di tempat yang sama, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menilai, saat ini konsep kepemilikan tanah tidak mencerminkan keadilan. Banyak masyarakat yang tak memiliki lahan pertanian. Sementara, perusahaan mengangkangi jutaan hektar lahan. Untuk itu, dengan adanya UU Pertanahan ini, status kepemilikan lahan harus ditata ulang.
Menurut dia, orang desa sudah terlalu miskin, sementara, industri di desa tidak berkembang karena pasar di pedesaan tidak tercipta. Buruh tani juga tidak produktif karena tak bisa mengakses lahan pertanian. Hal itu hanya bisa diselesaikan dengan reforma agraria. "HGU harus diprioritaskan bagi petani," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Sarikat Petani Indonesia (SPI) Henri Saragih mendukung usulan DPR yang memosisikan RUU Pertanahan sebagai penyempurna UUPA yang ada. Namun, kata dia, RUU Pertanahan ini harus diorientasikan untuk mengatasi konflik agraria yang tidak kunjung selesai. Menurut dia, bagaimana negara Indonesia mau maju kalau konflik agraria masih sangat kuat. Untuk itu, dia berharap agar draf RUU yang sedang digodok di Panja RUU Pertanahan tersebut sesuai dengan semangat reforma agraria. "Posisi RUU ini sangat strategis," ujarnya.
Henri mengatakan, semangat dari RUU Pertanahan adalah menjabarkan UU Pokok Agraria 1960. Untuk itu, dia berharap regulasi ini bisa menyelesaikan ketidakadilan dalam kepemilikan tanah. Ia mengatakan, kalau harapan tersebut terealisasi, konflik agraria tidak akan terjadi. "Akan ada keadilan. Orang yang tidak punya tanah dapat lahan. Sedangkan yang terlampau banyak akan dikurangi," ujarnya. (nt)/foto:iwan armanias/parle.